About Me

Foto saya
Hanya orang biasa yang menyempatkan untuk berkarya.

Jumlah yang sudah singgah

Selasa, 08 November 2016

Rak Buku


Beberapa hari yang lalu memory card DSLR aku hilang. Udah dicari kesana-kemari masih belum ketemu juga. Di tas, di lemari, di kantong celana, di rumah mantan, tetap gak ketemu. Dari sekian tempat yang punya skill buat nyelipin barang, ada satu tempat yang belum aku periksa. Rak buku.

Pas mau meriksa rak buku, rasanya males banget. Alasannya sederhana. Rak buku ini udah terlalu berantakan dan penuh debu. Debunya bahkan sampai menggumpal kayak debu di hati aku, hm. Terakhir kali aku bersihin rak buku ini kayaknya  sebelum abang aku nikah deh, kira-kira bulan April yang artinya udah hampir 7 bulan yang lalu.

Berhubung uang gak ada buat beli memory card yang baru, yaudah deh bela-belain nyari di rak buku yang super berantakan itu sambil sekalian ngerapihinnya lagi. Aku mulai ngerapiin bagian kirinya dulu dengan kemoceng. Beberapa buku yang tampaknya udah gak tertata dengan rapi lagi aku ambil dan disusun kembali dengan judul-judul atau genre tulisan yang ada korelasinya.

Di sisi kiri ini penuh buku-buku politik, sejarah, juga agama. Ada buku sejarah G 30 S/PKI, ada biografi Bung Karno, dan juga ada buku tentang keindahan kamu Surga. Beberapa buku ini ada yang udah aku baca berulang kali, tapi ada juga yang baru sekali dan gak pernah baca lagi. 

Lanjut ke bagian tengah rak, aku susun dengan buku-buku fiksi macam novel dan kumpulan cerpen yang aku punya. Bagian tengah ini jumlahnya sangat mendominasi alias paling banyak. Soalnya sehabis baca, aku beli lagi yang baru, baca lagi, beli lagi. Udah jadi sugesti sendiri buat gak baca novel-novel itu lebih dari satu kali, kan endingnya juga bakal sama~

Sisi kanan, aku susun dengan novel Sherlock Holmes dan komik kesukaanku: Detektif Conan. Sayangnya, beberapa volume ada yang nyasar entah kemana. Padahal udah mulai ngoleksi komik ini dari jaman SD. Kesal sih, tapi yaudah mau gimana lagi. Kita emang harus selalu siap kehilangan sesuatu yang kita perjuangkan sejak lama kan, bosku? 

Pas ngeberesin di bagian ini, ada sebuah bloknot kecil berukuran dompet yang terselip di antara komik volume 69 dan 69 (komik 69 ada dua biar jadinya foursome). Cover bloknot ini bergambar monumen Arc de Triomphe, Paris. Tau kan? Yang ini neeh...

Jangan taunya Eiffel doang, dek.
Aku kenal banget sama bloknot ini tanpa harus membuka halaman pertama yang bertuliskan nama pemiliknya.

Yap, bloknot ini bukan punyaku, melainkan milik seseorang yang dulu memberikan bloknot ini sesaat sebelum perpisahan kami berdua. Awalnya aku pikir ini sebagai sebuah kenang-kenangan darinya karena kami sama-sama tau bahwa kami akan berpisah. Tapi setelah ia bilang, “Simpanlah, nanti baca setelah sampai di rumah.” aku yakin bloknot ini lebih dari itu.

Dengan tatapan yang seolah menolak untuk pergi, ia tersenyum sejenak. Tanpa berkata-kata, ia membalikkan badan, lalu berjalan menjauh dan tidak menoleh lagi. Melihat dia pergi, rasanya jantung pengen meletus karena aku sadar bahwa gimanapun juga dia gak bakal kembali.

Dengan membawa sejuta rasa penasaran aku baca bloknot itu seketika sampai di rumah. 

Halaman demi halaman berisi tentang apa saja hal menarik yang terjadi dalam hidupnya, beberapa dituliskan melalui kalimat pendek, beberapa menggunakan gambar atau foto sederhana, bahkan ada yang menggunakan benda-benda kecil yang berhubungan dengan kejadian menariknya di hari itu.

Aku gak tau kategori buku ini apa, yang jelas ini bukan diary.

Aku baca semuanya perlahan, kata demi kata, kalimat demi kalimat, dan halaman demi halaman. Hingga akhirnya sampai di halaman yang menceritakan bagaimana kami bersatu. 

Aku tersenyum sejenak karena membayangkan kejadian yang dia tulis itu.

Lanjut ke halaman-halaman berikutnya yang juga masih tentang kami, dia menuliskan isi hatinya dalam sebuah kalimat. Beberapa lagi dalam satu paragraf yang ditulis dengan tinta warna-warni. 

Berlembar-lembar halaman bahagia itu perlahan berganti dengan kutipan-kutipan menyedihkan, gambar-gambar yang penuh emosi, bahkan ada yang hanya berupa sebuah coretan pena yang abstrak. Aku menafsirkan ini sebagai hari kami bertengkar dan semacamnya.

Meski memori buruk itu juga sempat terbayang, aku memilih melanjutkan membaca hingga halaman terakhir.

Bloknot itu berakhir pada sebuah halaman yang bertuliskan:


Entah apa maksudnya, aku masih belum mengerti makna yang sebenarnya sampai sekarang (kalau tau silahkan comment di bawah)

Satu hal yang bisa aku pastikan. Dia masih tetap menjadi alasan sekaligus tujuan atas segala hal yang saat ini sedang aku perjuangkan

Pencarian memory card berujung pada penemuan satu hal berharga lainnya.

Terakhir, aku letakkan bloknot itu bersama dengan deretan buku-buku favorit lainnya. Ternyata di rak buku pun gak ada memory card nyelip.  Yang ada malah bloknot seukuran dompet yang nyelip.


Eh..



Dompet?



Wait. 



lah nyelip di sini -__-



PLR -,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar