Cuaca cerah, langit begitu indah, saat ku tiba di sekolah. Kelas begitu ramai, hampir semua temen sekelasku udah stand-by di kelas, kecuali Vino.
Vino adalah sahabatku dari kecil, dan entah bagaimana bisa, aku sekelas mulu sama dia dari SD. Entah takdir apa yang menyatukan kelas kami, yang jelas aku harap takdir itu gak ikut-ikutan menyatukan cinta kami.
Tak lama setelah itu, terdengar bunyi bel masuk dan aku masih belum melihat Vino.
"Dia pasti terlambat." Ungkapku dalam hati.
Baru saja aku selesai bergumam, derap langkah yang terburu-buru terdengar di belakangku. Aku membalikkan badan, dan benar saja, ada Vino disana sedang berlari seperti Usain Bolt dikejar anjing.
"Lo dari mana aja? Jam segini baru kelihatan." Tanyaku kepada Vino yang sedang kehabisan nafas karena berlari-lari tadi.
"Nah, itu dia masalahnya, gue memang bangunnya pagi. Tapi gue terpesona dengan sms Cindy. Sampai lupa waktu deh..hehe" jawab Vino sambil tertawa kecil.
"Cindy? Siapa tu?"
"Gebetan baru..."
"Oh gitu... Kok belum cerita ke gue?"
"Ntar gue ceritain, yang jelas nanti pulang sekolah temenin gue ke Mall ya. Gue mau beli hadiah buat Cindy."
"Okee deh.." Jawabku sambil mengangguk pelan dan mengangkat jari jempol, termasuk jempol kaki.
***
Kulihat jam dinding di kamar udah menunjukkan pukul 16.30. Berarti ada waktu setengah jam lagi untuk bersiap-siap.
Ya.. aku janji dengan Vino untuk nemanin dia pukul 17.00 sore ini.
"Aku harus bergegas." Pikirku dalam hati.
Baru saja kakiku hendak melangkah ke arah kamar mandi, suara tanda sms masuk dari handphone-ku terdengar. Segera kuambil handphone itu, dan kubaca sms itu.
From: +6285269696969 (nomor disamarkan)
Hai Nick... Gue Bram.
Gue kangen banget sama lo, gue pengen ketemuan sama lo. Di Mall ya? Sore ini. Gue tunggu lo di cafe tempat kita biasa berduaan dulu.
Ternyata dia. Orang yang pernah merusak hatiku, membuang waktuku selama dua tahun hanya untuk dirinya yang rupanya mengkhianati-ku. Betapa tak akan termaafkannya kesalahanmu dulu olehku.
Kuabaikan sms itu, lalu mandi dan segera bersiap-siap dengan cepat.
Di Mall, ternyata bukannya aku disuruh oleh Vino ikut bantuin milih hadiah, aku disuruh tunggu di luar toko itu untuk menunggunya. Dia bilang, kalau aku ikutan milih, ntar dia malah jadi ragu-ragu.
Selagi menunggu di luar, hal tak terduga terjadi padaku. Seseorang yang gak pernah aku ingin liat wajahnya lagi sekarang tengah lewat di depan wajahku. Kuharap dia gak menyadari keberadaanku.
Tapi harapanku tak terkabul. Dia melihatku, kemudian menghampiriku.
"Hai Nick.. Akhirnya lo mau ngabulin permintaan gue. Tapi kan tadi gue bilang di cafe tempat kita biasa. Kok lo malah nungguin gue disini sih."
"Siapa bilang gue nungguin lo! Gue sekarang nungguin orang lain tau gak?!" Aku membentaknya langsung. Ya benar, aku sudah muak dengannya.
"Nick. Gue ingin menjalin cerita baru lagi dengan lo, lupakanlah masa lalu itu. Gue sadar memang bodoh waktu itu karena udah menyia-nyiakan lo buat gue. Plis.. Gue mohon. Gue hancur tanpa lo." Bram memelas dihadapanku.
Aku rasa dia memang jujur dan tulus saat itu. Tapi hatiku sudah terlanjur hancur dibuatnya. Tidak akan bisa diperbaiki lagi, walau dia memohon sebagaimanapun juga.
"Maaf Bram. Gue gak bisa." Ucapku sambil melirik ke arah dalam toko, ada Vino.
Bram juga ikut melihat ke dalam, dia mengangguk pelan.
"Oke gue ngerti. Semoga dia gak nyakitin lo kayak yang gue lakuin dulu." Kata Bram kepadaku yang masih melirik ke arah Vino yang sedang di kasir, membayar hadiah Boneka Teddy Bear yang baru dibelinya.
Kemudian Bram berjalan menjauhiku, dari sini aku bisa melihat punggungnya berjalan semakin lama semakin jauh.
Bram tertipu, dia pikir aku pacaran dengan Vino. Baguslah, dengan begini aku bisa tenang tanpa ada gangguannya lagi. Perlahan melupakannya.
"Udah ketemu nih nik, makan dulu yuk. Gue traktir deh.." Kata Vino yang baru saja menghampiriku. Aku harap dia tidak tau apa yang lterjadi barusan.
"Memang lo ya, asal ada maunya aja dibaikin gue nya.." Jawabku kepada Vino.
Vino terkekeh. Kami pun segera makan di suatu restoran disana. Aku memesan lemon tea. Minuman yang dulu sering aku pesan saat masih menjalin kasih dengan Bram, si tukang selingkuh yang menyia-nyiakanku. Hubungan asmara yang terjalin indah selama dua tahun itu, dia hancurkan begitu saja.
Kulihat ada seorang cewek yang menghampiri Vino. Aku tidak mendengar apa yang mereka bicarakan karena terlarut dalam lemon tea yang meluapkan kegalauanku. Yang jelas, kulihat cewek itu sedang marah-marah, tapi Vino memberikannya Boneka Teddy Bear itu. Mungkin dia, Cindy.
Kuperiksa tasku, entah kapan ada coklat Silverqueen disini. Mungkin Bram tadi menyelipkannya kepadaku, tanpa kusadari karena aku terlalu muak melihat mukanya.
Kuselipkan saja coklat ini di tas Vino yang tampaknya sedang kecewa, karena aku tak mau menyimpan pemberian dari orang yang kubenci.
Mungkin coklat ini bisa lebih bermanfaat untuknya. Setidaknya lebih bermanfaat ketimbang Lemon Tea yang tengah kuteguk ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar