About Me

Foto saya
Hanya orang biasa yang menyempatkan untuk berkarya.

Jumlah yang sudah singgah

Selasa, 03 Desember 2013

I want you to read this..

Aku tidak ingin mengingat lagi masa lalu menyakitkan waktu itu, bersamamu. Namun pada saat yang sama, justru pikiran ini melayang menuju kenangan masa lalu bersamamu, yang indah tentunya. Jujur saja, kau memang sudah menjadi bagian penting dalam hidupku. Baik itu bagian yang menyenangkan, atau malah yang menyakitkan. Ingin sekali kupotong dan kubuang kenangan menyakitkan itu dari kepala ini, tapi selalu saja tak mampu. Semakin ingin melupakan, semakin kenangan itu bermunculan. Ya, andai saja kau tau bahwa momen itu sangat mengubah hari-hariku; momen dimana aku kehilanganmu dari sisiku.

Langkah tegap penuh semangat yang kupersembahkan tiap hari lenyap begitu saja. Yang tersisa hanyalah langkah lesu dengan wajah tertunduk, ingin meneteskan air mata tapi tak mampu, sudah terlalu pilu. Setiap teman-temanku yang (sudah pasti) menyadari hal ini akan melontarkan kalimat yang serupa, "Duh, jalanmu itu kayak orang kehilangan semangat hidup loh, kayak orang mau mati,". Aku hanya mengangkat bibir, menebar senyum yang dipaksakan sambil mengiyakan pernyataan mereka di dalam hati, "Iya. Penyemangat hidup aku udah pergi. Iya. Aku emang mau mati, karena separuh nyawaku udah lenyap,"

Aku ingat, detik-detik sebelum kepergianmu. Dengan raut wajah penuh keyakinan kau menyampaikan kalimat yang semestinya menjadi kenyataan, mesti, harus. "Tenanglah, semua akan sama. Semua akan normal dan baik-baik saja kok. Kamu pasti bisa melewatinya tanpa aku. Bukankah dulu kamu juga begitu? Bertahun-tahun tanpa aku, dan you are here my dear!"

Ya, dulu aku memang sanggup sendiri. Aku dulu adalah sosok yang sanggup menapaki jalan sendirian, dengan sepasang kaki yang kokoh. Tapi kaki-kaki itu terlalu lama berjalan tanpa ada penopang untuk meringankan bebannya, sehingga sebelah kaki itu mendadak patah dan harus diberi penyanggah. Pada saat yang sama, kau justru datang dengan membawakanku sejuta harapan. Di kala langkah itu semakin semangat, kau meninggalkanku tanpa sebab, tanpa alasan. Kau katakan kepadaku sesuka hatimu, "gak ada yang butuh alasan kan?" Aku mengiyakan. Kau benar kali ini.

Jika mencintai tidak harus punya alasan, maka berhenti mencintai tidak harus punya alasan juga, kan?

I lost my mind. 
I lost my day. 
I lost my lovely person. 
Yes you. It's always been you. Still into you.

Tiba-tiba konflik semakin banyak saja. Aku yang kehilangan semangat ini ternyata diam-diam diperhatikan juga oleh teman-temanku. Berkali-kali mereka menyadarkanku dengan asumsi-asumsi yang seolah ingin membuatku berhenti mencintaimu, berhenti berharap padamu. Namun, aku tak tergugah sedikitpun. Pikiranku membatu. Tak ada yang mampu menggoyahkan keyakinan cintaku kepadamu. Andai saja kau tau. Sebaliknya, teman-temanku entah-kenapa tidak menyukaimu. Padahal mereka tau, mereka tidak berhak untuk itu. Mereka tidak punya alasan untuk mengusikmu. Aku membenci mereka, karenamu. Tapi, sepertinya tidak mungkin aku memusuhi mereka, karena sudah pastilah kebahagiaan dan tawa itu hanya akan datang dari mereka. Dari siapa lagi? Darimu? Aku memang sudah lelah mengharapkannya. Tapi, setidaknya aku tak akan pernah berhenti untuk berharap. Kau pasti tau itu adalah cinta ketika tak ada lagi yang mampu menggoyahkan pemikiranmu terhadap seseorang. That's what I feel right now. Sekali lagi, andai kau tau.

Kau adalah cinta pertamaku yang-otomatis-tak-akan-kulupakan begitu saja. Kau terlalu membekas di hatiku. Bekas yang tak akan pernah hilang meski ribuan penyembuh mencoba memulihkannya. Hanya satu hal yang bisa membuat bekas itu tak bermasalah lagi, yaitu kau. 

Oh ya, aku tidak mendengar lagi kabar tentangmu sejak itu. Aku hanya mendengar cerita tentangmu dari ocehan teman-temanku yang selalu menjelek-jelekkanmu. Mereka masih saja, berusaha membuatku membencimu. Haha. Aku tau, tujuan mereka tidak buruk. Mereka hanya ingin menyadarkanku, membuatku bangkit, lalu berjalan meninggalkan sudut sempit di celah yang kau tinggalkan ini. 

Setiap malam, angin selalu berbisik di dekat telingaku, mengajakku bercerita dan membahas kisah masa lalu. Berbagi pengalaman dan cerita pilu. Dalam pembahasan kami itu, ada satu hal yang tak pernah tertinggal untuk dilakukan; pertanyaan kepada angin malam. Tentang apakah kau disana masih memikirkanku seperti aku memikirkanmu. Tentang apakah kau disana masih menyayangiku seperti aku yang selalu menyayangimu. Tentang apakah kau disana merindukanku seperti aku yang amat merindukanmu. Selalu saja tentang itu. Namun, angin malam ini tak pernah sekalipun mau menjawab. Ia hanya tergelak dan kemudian membelai rambutku dengan hembusan yang lembut. 

Aku tidak hanya bercerita pada angin malam, aku juga bercerita dengan sang hujan. Oh ya, kau adalah gadis pencinta hujan kan? Ah lebih tepatnya, kau adalah gadis pencinta hujan favoritku. Sang hujan selalu sukses membuatku semakin tenggelam dalam kerinduan melalui rintiknya. Sudah ratusan puisi kuciptakan bersama sang hujan, berdua saja. Untuk siapa? Haha itu tidak perlu dipertanyakan lagi, sayang. Sudah pasti untukmu.

Kadang, hanya kesibukanlah yang mampu mengalahkan kerinduanku padamu. Meskipun tidak menolong untuk waktu yang lama, sih. Setidaknya, cukuplah untuk mewarnai hari-hariku yang itu-itu saja (makan-tidur-memikirkanmu). Namun, bagaimana sibuknya aku, tetap saja tidak seratus persen fokus. Pasti ada setidaknya tiga belas persen pikiranku kepadamu. Ya, tak ada hal yang benar-benar membuatku melupakanmu. Kau perlu tau ini. Sekali lagi, andai saja kau tau.

Melalui postingan ini (yang mudah-mudahan saja kau baca), aku ingin menyampaikan pertanyaan yang selalu kulontarkan untuk angin malam. Apakah kau disana masih memikirkanku seperti aku memikirkanmu? Apakah kau disana masih menyayangiku seperti aku yang selalu menyayangimu? Apakah kau disana merindukanku seperti aku yang amat merindukanmu?

Dari sudut kamar yang sempit ini, aku yang tengah terhimpit pada kerinduan yang tertumpuk ingin mengutarakan permohonan kepadamu. Aku tak bisa menjalani hari begini terus, aku mohon berikan kejelasan sedikit. Apa salahku sehingga kau tega berbuat seperti ini? Kalau memang kesalahanku teramat banyak kepadamu, aku minta maaf, dan bagaimana caranya agar kau mau memaafkanku? Aku ingin kita baikan. Kalau perlu ada huruf L yang tersisip disana. Aku sayang kamu, wan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar