Kalau bicara tentang kehidupan, aku paling risih dengan yang namanya "KEADILAN". Ngomongin keadilan di dunia, itu sama kayak ngomongin siapa yang salah dalam rusaknya sebuah hubungan: Gak bakal nemu jawabannya.
Sekarang kita ambil contoh. Ada seorang miskin, hidupnya susah, makan cuma 3 kali seminggu, sakit keras gaada biaya, trus akhirnya mati. Setelah mati dia masuk surga, karena dia ini orangnya ahli ibadah. Kedua, ada seorang kaya, hidupnya senang berkat ngelola harta warisan ayahnya, harta melimpah, makan 3 kali sehari empat sehat lima sempurna, gak pernah sakit, terus pas sampai ajalnya dia mati. Setelah mati dia masuk surga, karena dia orangnya dermawan, sering nyumbangin harta ke mesjid, menafkahi anak yatim, pokoknya yang bagus-bagus lah.
Dari dua perbandingan ini, kita dapat kesimpulan satu: mereka sama-sama masuk surga. Tapi, sewaktu di dunia yang satu hidupnya enak, tapi satu lagi hidupnya menderita. Kalau memang happy ending-nya dibuat masuk surga, kenapa yang satu mesti hidup lebih susah dari yang satunya? Keadilan?
Ambil contoh lain lagi. Ada seseorang yang nyari kerja susah, padahal udah jadi sarjana, tapi lowongan pekerjaan gak ada yang mau nerima dia. Setelah berusaha keras sekian tahun lamanya, barulah dia dapat kerja, itupun hasil jerih payahnya gak sesuai dengan keringat yang telah dia korbankan. Kedua, seseorang yang nyari kerja gampang, dia tamatan SMA aja padahal. Dengan usaha yang tidak begitu sulit, karirnya terus menanjak dan pada akhirnya jadi orang sukses.
Yang satu usaha banyak hasilnya kecil, dan satunya lagi usaha sedikit hasilnya besar. Dari dulu aku sering bertanya tentang hal tersebut kepada guru agama aku, dan jawaban mereka gak jauh-jauh dari, "Ya, udah nasib dia begitu mau gimana kan."
NASIB...?
Fak. Kalau semuanya emang udah didasarkan 'nasib' ya berarti gak ada kan yang namanya keadilan di muka bumi ini? Orang juga jadinya malas buat berusaha karena pemikirannya bakal kayak gini, "Ya kayak gini pulak nasib aku, mau diapain, jalani aja."
Ya berterima kasihlah kepada Tuhan Yang Maha Adil yang telah memberikan kita nasib seperti ini. Kalau nasib kalian baik, syukuri.
Nah, ada lagi satu hal di zaman sekarang yang terlalu nampak menggantungkan sesuatu pada 'nasib'. Mungkin kalian juga tau dan keliatan familiar dengan fenomena yang satu ini. Setiap mencari pekerjaan, kita pasti nemu kategori yang didasarkan pada "berpenampilan menarik". Okelah kalau penampilan ini dari segi pakaian, atau kemampuan berpikir, lah ini bergantung pada struktur wajah!
Coba deh perhatikan. Yang 'berpenampilan menarik' cenderung lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Meskipun, kinerja mereka tidak sebagus yang berpenampilan biasa aja. Ya wajar kalau syarat itu diperuntukkan bagi yang bekerja spesialis pemasaran atau yang berhubungan dengan banyak orang. Pernah aku lihat, yang pake kategori ini adalah di bagian yang gak ada hubungannya sama sekali dengan penampilan. Semisal, cuma sebagai cleaning service. Ya kali cleaning service mau dijadiin pajangan, makanya dicari yang berpenampilan menarik.
Sampai sekarang aku juga gak ngerti kenapa orang yang berpenampilan kurang atau bahkan tidak menarik sama sekali terlalu didiskriminasi di zaman sekarang.
Balik lagi tentang Keadilan. Jadi, kesimpulannya adalah keadilan itu ada bagi orang-orang yang mendapat nasib beruntung, dan keadilan itu hanyalah sebuah kata tanpa makna bagi orang-orang yang mendapat nasib kurang beruntung.
HELL, NASIB :)
Sori kalau terlalu serius dan menggebu-gebu. Cuma pengen cerita kok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar