Eh udah lama banget ya rupanya gak bikin postingan baru di sini. Padahal kerjaan cuma makan-tidur doang. Habisnya beberapa bulan ini disibukkan dengan yang namanya 'persiapan masa depan'. Alhamdulillah setelah perjuangan yang panjang akhirnya aku udah diterima sebagai mahasiswa baru Universitas Riau Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi lewat jalur SBMPTN. Di luar dugaan sebetulnya, mengingat aku jawab ngasal pas tesnya dengan mengandalkan teknik perjudian dan untung-untungan, atau juga biasa disebut cap-cip-cup, atau tembak jenggo, atau juga tembak gebetan di depan rumahnya tapi ujung-ujungnya tetep ditolak <-- curhat colongan :\
Yaudah! Karena udah terlanjur curhat, jadi aku cerita aja nih ya tentang pengalaman pahit di atas (baca: ditolak). Jadi waktu itu masih jaman SMA ada acara apaaa gitu di sekolah, aku juga lupa. Waktu itu aku masih OSIS dan jadi panitia di acara tersebut yang otomatis bakal banyak berinteraksi dengan peserta acara. Nah, di antara peserta lomba acara itu (kalau gak salah lomba fashion show pakaian adat melayu) ada gebetan aku yang udah deket kira-kira dua bulan. Kita sebut saja dia Mawar.. Mawarno. Kita sebut saja dia Arinda.
Waktu itu Arinda adalah junior aku yang menurut aku paling imut, ngegemesin, perhatian, dan girlfriend-able banget. Kalau dia senyum, duh... Bunga-bunga bermekaran, angin berhembus mesra, jantungku serasa mau copot karena berdetak terlalu cepat, bahkan mata pun gak mau berkedip. Tiap dia senyum, lesung pipi muncul di antara pipi tembamnya yang pengen rasanya aku cubitin. Terus matanya yang bening berubah menjadi segaris. Giginya yang rapi menambahkan keindahan yang tiada batas. KAU MEMPESONA!!!! *ngences*
Itu baru dari senyumnya. Masih banyak faktor lain yang pengen aku ceritain, tapi nanti malah ketahuan pula siapa orangnya, haha. Sebenarnya pendekatan aku dengan dia udah berjalan lancar maksimal. Dianya perhatian dan aku pun demikian. Malah dia lebih perhatian dari mantan pacar aku dulu. Jauh beda. Kalau dulu mah pas pacaran sama 'you-know-who' (aku enggan nyebutin namanya) jangankan dikasi perhatian, dikasi kabar aja kagak. Ya kalau dipikir-pikir bagus juga sih putus. Buat apa pacaran kalau masih sering ngerasa kesepian? Haha watdefak... <-- kan curhat lagi :\
Oke kembali ke hari perkara tersebut. Berhubung aku panitia, jadi aku disuruh bawa mobil sama temen-temen yang lain buat jemput peserta lomba perwakilan kelas kami. Iya, jadi supir maksudnya. Dan bawa mobil ini adalah sumber perkara sebenarnya!
Sewaktu acara tersebut, pas giliran Arinda tampil, mungkin aku adalah orang paling serius memperhatikan. Dia, terlalu mempesona. Waktu itu mata aku hanya menurut pada Arinda. Sedangkan manusia lain yang tertangkap jangkauan mata, gak berarti apa-apa. Sekali lagi: Dia, terlalu mempesona.
Acara berakhir lumayan sore. Seperti panitia lainnya, aku pulang paling akhir. And.. it's all begins. Panitia yang tersisa waktu itu adalah Yogie, Fadhil, Ulan, dan Dea. Kampretnya, mereka berempat ntah gimana ceritanya gak ada yang bawa kendaraan ke sekolah. Otomatis aku yang-secara-kampret bawa mobil, mau gak mau kudu jadi supir (lagi) dan ngantarin mereka satu-satu. Hell..
Di mobil, aku persis kayak supir. Sementara yang lain asik cerita, aku cuma bisa diam seperti gak ada di sana. Sampai akhirnya entah siapa di antara mereka bertiga yang minjem handphone aku. Karena lagi nyetir dan gak mungkin mainin handphone, yaudah aku pinjamin. Dan ntah siapa aku lupa lagi, tanpa sengaja (mungkin juga sengaja) membuka chat Line yang baru masuk. Seperti yang sudah kita duga, itu Arinda. Seperti tahap pendekatan pada umumnya, dia nanyain aku udah pulang apa belum. Iya kan udah aku bilang, dia perhatian. Beda sama man... ah sudahlah.
Mereka yang baca chat aku secara berjamaah ini langsung pada spontan mulai ngomporin hal-hal yang gak sempat terpikirkan di otak aku.
"Eh maksud si Arinda apa nih?" --> lupa siapa yang bilang
"Kalian udah dekat banget?" --> lupa juga
"Keren... ini bisa ni." --> sama ini juga lupa
"Dia minta ditembak kali, Ndi." --> ini Fadhil! Aku ingat. Gara-gara si kampret nih.
Selanjutnya, chat-chat itupun dibalas sama mereka bergantian. Yang jelas, balasan-balasan dari Arinda semakin memantapkan bahwa aku dan dia, harusnya bisa jadi pasangan serasi. Dengan perhatiannya, ia juga seperti udah membuka hati. Yaa, perhatian adalah inti dari segalanya. Karena pernah ada kalimat:
Masih di dalam mobil, tiba-tiba suara persuasih muncul dari tiap mulut mereka. Sampai akhirnya kalimat itu berubah jadi kalimat tantangan dan pemacu adrenalin. Aku belokkan mobil yang seharusnya mengantar Ulan ke rumahnya menjadi ke arah rumah Arinda. Semua berkat kalimat kampret yang akan aku ingat sampai akhir hayat.
"Kalau emang laki-laki, tembaklah dia sekarang!"
"Eh masih belum tepat waktunya." jawab aku.
"Apanya! Udah seperhatian ini."
"Siapa tau dia emang ramah ke semua orang." aku ngelak lagi.
"Gak mungkin. Ayolah kalau memang berani, sekarang!"
Aku diam.
"AH BENCONGLAH.."
Aku langsung banting stir dengan emosi dan adrenalin yang terpacu kalimat barusan.
Secara mengejutkan aku tembak dia di depan rumahnya, di depan teman-teman yang lagi nunggu dengan penuh harapan. Kata-kata menjijikkan itu dengan lancar mengalir dari dalam mulut. Tapi apa... tanpa tenggang rasa, dia menolak tanpa alasan apa-apa. Tak butuh alasan untuk suka, dan kurasa cukup masuk akal bila tak butuh alasan untuk tidak suka. Aku pulang dengan kecewa, putus asa, dan tangan hampa. Teman-teman gak ada yang berani ngeluarin suara. Takut salah kata, yang mungkin saja bisa bikin aku tambah murka. Mungkin mereka juga sadar, semuanya berawal dari siapa dan salah siapa.
Aku gak mau nyeritain lebih detil dari ini. Sakitnya tuh disini... *megang dada* dada siapa? *
Tak berapa lama kemudian aku dengar cerita bahwa dia jadian sama orang lain, katanya sih ditembak di parkiran sekolah pas mau pulang. Oh yadeh. Pait bingits............
Kayaknya sampai di detik aku menulis kalimat ini, aku masih nyimpan rasa sama dia. Sayangnya dia udah punya rasa ke yang lain. Sialan.
Jadi begitulah. Ternyata kisah cinta yang pupus jauh lebih bikin ngilu dibanding kisah cinta yang putus.
Tambahan: Belakangan si Dea baru tau kalau si Arinda adalah salah satu sepupunya. -___-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar