Malam ini kembali aku memikirkan kamu. Tepat sebelum tidur, pikiranku melayang mencari wajah indahmu. Senyummu yang lebih cerah dibanding cahaya musim panas, masih saja mampu memompa jantungku untuk berdetak lebih cepat dari biasanya. Kau tau? Aku tidak menyangka pada akhirnya aku akan menyerah dan jatuh cinta padamu.
Setiap kali aku mengingat bagaimana kita pertama kalinya saling menyapa, aku selalu tertawa. Lucu rasanya bagaimana pada saat itu sama sekali tidak ada terlintas di pikiranku untuk mulai menyukaimu. Kebetulan sekali aku dan kamu waktu itu mengambil mata kuliah yang sama. Aku tau kamu adalah yang paling pintar di kelas. Sebab itulah kita pertama kalinya saling berbicara. Aku hanya berniat bertanya tentang tugas padamu. Kita pun saling menukar kontak dan mulai mengobrol hingga larut untuk hal-hal yang tidak lagi sekedar tugas kampus.
Tak disangka, aku merasa 'klik' dengan cara kita bercerita, bertukar pikiran, dan bersenda gurau. Sangat jarang wajah-wajah baru mampu menghadirkan kenyamanan untukku. Tapi kamu mampu melakukannya seperti penyihir dengan mantra abradakabra, dan voila! Aku mulai menyukaimu.
Waktu membuatku seperti debu yang terseret angin. Mengikuti kemana saja hembusannya hingga sekarang seperti inilah aku. Menjadi orang yang tak sabar menanti kabar darimu. Menjadi orang yang tidak bisa terhibur jika bukan karena lelucon khasmu. Menjadi orang yang memakai kacamata kuda dan tertuju pada satu arah saja yaitu kamu.
Aku suka saat kamu mulai bercerita. Pada saat itu aku akan menjadi orang yang paling memperhatikan kamu tanpa peduli keadaan sekitar. Memperhatikan kamu membuat aku menjadi hafal detail-detail kecil saat kamu tengah bercerita. Aku ingat bagaimana cara kamu memainkan rambut saat kamu mulai lupa di tengah-tengah cerita. Aku ingat bagaimana kamu mengayun-ayunkan kaki saat duduk jika kamu bercerita tentang hal-hal yang membahagiakan. Aku ingat bagaimana kamu tertunduk dan tidak mau menatap mataku saat kau sedang menceritakan hal yang sedih.
Dengan kamu yang terbuka seperti ini kepadaku, membuatku merasa nyaman untuk berbalik terbuka kepadamu. Aku mulai bercerita tentang segala hal yang menarik perhatianku, bahkan aku mulai membuka cerita yang bersifat rahasia dan pribadi kepadamu. Alasanku hanya satu, aku sudah mempercayaimu.
Satu hal yang paling aku suka saat aku mulai bercerita; caramu mendengarkan ceritaku. Anggukan sederhana, senyuman kecil, dan sesekali menepuk pelan lenganku dengan wajah cemberut yang paling kusuka, adalah beberapa hal yang sering kamu lakukan saat menanggapi cerita-ceritaku.
Kamu adalah satu-satunya orang yang mampu membuatku untuk bertingkah apa adanya, tidak perlu menjadi orang lain, tidak perlu takut kamu akan merasa risih akan segala tingkahku. Kamu membuatku jadi diri sendiri.
Kamu membuatku menjadi berharga, bahkan dengan hal-hal kecil saja. Seperti halnya pertanyaan 'Kamu kemana aja?' yang terlontar dari mulutmu saat aku lupa memberi kabar. Juga perintah 'Kamu harus istirahat' seperti diktator yang tak mampu kubantah sedikitpun.
Dengan segala kenyamanan yang pernah kita bagikan bersama, ada satu kenyataan pahit yang harus kita telan secara sadar. Kita tidak ada ikatan apa-apa. Lebih tepat lagi, aku bukan siapa-siapanya kamu. Sedangkan kamu telah punya orang yang memiliki ikatan denganmu yang waktu kutanyakan kejelasan hubungan kita, kamu menjawab, 'Nggak mudah untuk ninggalin dia gitu aja'.
Lucu ya bagaimana dua orang yang saling menyamankan tidak dimungkinkan untuk saling bersama. Kadang tiap kali aku merasa sakit dengan keadaan ini, batinku selalu berbisik, 'Lebih baik tidak memiliki seutuhnya daripada harus kehilangan segalanya.'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar