Setelah berkali-kali patah hati, rasanya sulit untuk mulai jatuh cinta lagi. Setiap kali melihat ada sosok yang mulai menggetarkan hati, aku biasanya bergumam sendiri dalam hati, "Don't. She looks like your next broken heart. Just. Don't."
Dan kemudian aku takkan memulainya.
Mungkin bisa dibilang ini serupa trauma, hanya saja masih ada sugesti yang membuat diri untuk berani lagi, meskipun sedikit.
Sejak kisah aku dengan 'dia' berakhir, aku tidak pernah benar-benar mengejar wanita manapun lebih jauh. Kebanyakan hanya berakhir dengan aku yang mulai menghilang memberi kabar. Mungkin aku terlalu takut untuk memulai lagi.
Fast forward setengah tahun kemudian, semuanya sudah lumayan terasa berbeda. Waktu ternyata memang selalu luar biasa. Ia mampu melenyapkan trauma patah hati yang aku tanggung cukup lama. Aku mulai membiasakan diri untuk tidak menerawang ke belakang lagi. Mencoba menjalani semua seperti tidak ada apa-apa.
Aku berangkat kuliah seperti biasa. Aku menyalurkan hobi seperti biasa. Aku berkumpul dengan teman-teman seperti biasa.
Setidaknya, aku sudah mulai menyamankan diri pada kebiasaan-kebiasaan yang sempat aku tinggalkan saat patah hati. Aku seperti terlahir kembali.
* * *
Lagi-lagi waktu selalu luar biasa. Entah bagaimana ceritanya, aku menemukan 'dia' yang baru. Tidak direncanakan sebelumnya.
Aku dengan 'dia' yang baru ini sudah kenal cukup lama. Tapi tak pernah lebih dari itu. Hanya sebatas dua orang yang saling tau nama. Bahkan ketika berpapasan pun kami tak sempat untuk saling menyapa.
Seperti memang sudah digariskan pada hal yang... hmm aku enggan menyebutnya takdir, mungkin lebih baik aku sebut sebagai sebuah kebetulan. Baik. Jadi pada sebuah kebetulan tadi inilah, kami dipaksa untuk mulai berinteraksi lebih dari sekadar dua orang yang tau nama. Kami sudah pandai untuk saling menyapa, bertukar cerita, hingga saling berbalas canda.
Setelah itu, aku dan dia sudah tidak menunggu pada sebuah kebetulan lagi untuk saling menyapa maupun bertukar cerita. Pada sebuah media chatting aku mulai membuat 'kebetulan' milikku sendiri. Aku beranikan menyapa dia lewat sesuatu yang menurutku pasti dia tanggapi.
Pesan yang awalnya hanya sebaris berlanjut ke baris kedua. Lalu baris ketiga dan keempat. Berlanjut lagi hingga-entah-berapa-ratus-baris kami ciptakan berdua.
Ketika aku dan dia bercerita, kami kerap kali bertanya-tanya, "How did we meet until we're getting so close like this?"
Dan tentu saja, tidak satupun dari kami yang mampu menjawabnya secara akurat.
Lucu memang ketika banyak orang tak mampu mengingat bagaimana awalnya bertemu, tapi terlalu hebat dalam mengingat bagaimana sebuah perpisahan.
Sekarang, aku sudah mulai menyamankan diri kepada 'dia'. Aku mulai menyukai segalanya tentang dia. Aku suka cara dia menatapku saat aku tengah serius bercerita. Aku suka cara dia tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar lelucon recehku. Aku suka cara dia memulai percakapan kami yang selalu menarik.
Yep. My conversation with her becomes the highlight of my day.
Di saat aku menulis paragraf ini, aku merasakan masih ada kecemasan dan trauma untuk jatuh cinta lagi. Aku benar-benar takut untuk melangkah lebih jauh. I'm really scared if at the end it doesn't go anywhere (again).
Lagi-lagi di antara konflik hati dan pikiran, masih ada bisikan-bisikan itu, "Will you be my next broken heart?"
Semoga saja tidak.
I really don't know how to define this feeling but... I like it.
... and I wish it ends well.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar