About Me

Foto saya
Hanya orang biasa yang menyempatkan untuk berkarya.

Jumlah yang sudah singgah

Rabu, 15 Februari 2017

Puisi


Hellz allz.



Aku selalu kagum sama karya-karya sastra yang berupa syair atau puisi dari dulu. Padahal sebagai seorang yang menghabiskan masa remaja di era modern, rasanya hampir mustahil untuk menikmati keindahan sastra. Bahkan juga gak sedikit teman aku yang ngatain selera aku ini kuno dan aneh. Apalagi tiap kemana gitu harus singgah dulu ke toko buku dan ngincer buku kumpulan-kumpulan puisi karya Sapardi, Jokpin, Pramoedya, atau siapalah.. mereka pasti pada ngomong, "Aku gak ngerti sama selera baca kau, Ndi."



Padahal justru menurut aku buku ini jauh lebih menarik dibandingkan bacaan kesukaan remaja sekarang macam novel teenlit yang mengagungkan percintaan khayalan ala ala pangeran berkuda era modern.


Awal suka sama puisi dan syair memang udah dari SMP. Masa puber aku dihabisin sama larik-larik puisi. Sangat berbeda dengan masa puber teman-temanku saat itu tentunya yang cenderung menghabiskan masa puber mereka dengan cinta monyet yang katanya menyenangkan itu. Karena perbedaan selera itu tadi mungkin beberapa orang ngecap aku sebagai freak, nerd, atau apalah lagi itu sebutannya. Benar aja, aku gak pernah dekat sama seorang cewek pun di masa itu. Err. Sekarang juga sama aja sih.



Lanjut ke masa SMA, masa dimana aku benar-benar menikmati syair dan puisi itu sendiri. Yang paling aku ingat adalah pernah ada satu soal essai di Ujian Semester bahasa Indonesia yang menanyakan tentang siapakah penyair Riau yang terkenal. Hampir satu ruangan ujian berisik mencari jawabannya. Sedangkan aku, langsung tanpa ba bi bu, ngisi Sutardji Caldzoum Bachri. Nama itu sangat terdengar asing bagi teman-teman aku. Karena memang pengetahuan itu gak pernah diajarin sama guru mata pelajaran kami.



Di kelas 3 SMA, I'm still the same freak. Tapi kali ini semakin menarik. Wali kelas aku sendiri salah satu budayawan yang cukup terkenal di Riau. Dia seorang dosen yang mengajar sastra ke berbagai daerah. Spesialisnya? Tentu aja Puisi. Sejak itu, kekaguman aku makin menjadi-jadi pada puisi. Wali kelasku yang juga seorang pengelola pustaka sekolah, otomatis membuat isi pustaka didominasi kumpulan buku puisi dari berbagai penyair terkenal Indonesia sampai Luar. Ugh. It was like a heaven at that time.



Sebagai bentuk perpisahan kami, beliau sempat menulis sebuah puisi yang judulnya "Pelita" untuk anak sekelas, dan aku yang sebagai seorang ketua kelas menerimanya, dan sampai sekarang masih menyimpan tulisan itu di dompet.  



Nah terus apa sih yang membuat puisi sebegitu menariknya hingga aku sampai lebih jatuh cinta pada kata-kata ketimbang wanita?



Aku juga gak ngerti kenapa. Yang jelas aku lebih sibuk menghabiskan waktu dengan membaca kumpulan puisi daripada pedekate yang berujung pada masa sekolah yang gak pernah punya pacar. Lol.



Eh ada deng satu, itupun di akhir masa sekolah. Tapi cuma sebentar banget, ga nyampe dua bulan. Dia aja mungkin gak masukin aku dalam hitungan mantannya. Hahaha. Sedih amat yak kisah cinta aku di masa sekolah.



But... Itu yang makin menyatukan aku dengan karya sastra.



Selama ini, di balik puisi-puisi indah yang tersebar di luar sana, selalu ada cerita patah hati yang luar biasa. Bahkan untuk penyair legend Chairil Anwar juga menulis puisi dengan hati yang terluka. Sebut aja karyanya untuk gadis fenomenal itu, "Cerita Buat Dien Tamaela". Ada kisah-kasih tak sampai di sana. Juga karyanya berjudul "Sajak Putih-buat tunanganku Mira". Masih berkisah pada pengalaman patah hati. Rajanya galau emang Chairil sih, makanya dia terkenal sampai sekarang, bahkan untuk seorang yang gak suka puisi. "Penerimaan", "Sia-Sia", serta "Tak Sepadan" yang pernah dibawakan stand up comedian Wira Nagara, merupakan puisi-puisi favorit aku.



Aku percaya seseorang gak akan menjadi penyair yang hebat bila bukan patah hati yang menjadi penyebabnya. 



Bahkan, kalo kalian  baca sejarah, banyak sastrawan dunia yang karya-karya besarnya lahir saat dia jatuh cinta atau hati patah. Yang paling terkenal adalah Dante, penyair besar Italia dengan karya ‘Komedi Ketuhanan’  dipengaruhi oleh cintanya yang tak sampai kepada perempuan yang bernama Beatrice.



Kahlil Gibran, penyair Lebanon (yang kemudian disebut sebagai nabinya puisi cinta), juga tak luput dari patah hati yang kemudian menjadi energi dari kreatifitasnya dalam menulis puisi cinta. Aku pernah ngeracunin temen sekelas pas 1 SMA buat suka sama Gibran. Kalo gak salah aku pinjamin dia buku "Sayap-Sayap Patah", abis itu dia beberapa hari ngabisin waktu cuma baca buku puisi. 

Aku lupa di buku apa pernah baca, Kahlil Gibran menulis untuk seorang wanita yang dia cintai tapi pergi begitu saja tanpa pamit, kalimatnya kira-kira gini: “Jika meninggal, di nisanku akan tertulis, Gibran meninggal karena mengenangmu.” 



Galau abis.



Setuju sih sama Aan Mansyur di bukunya yang bilang orang patah hati itu gak banyak bicara, dan berbahaya. Puisinya bahaya-bahaya banget.



Oke. Masih belum percaya? Lanjut.



Sebut aja nama Sapardi Djoko Damono yang juga tidak asing di telinga kita, merupakan guru besar sastra UI. Kalau kalian gak pernah dengar namanya setidaknya karyanya yang berjudul "Aku Ingin" pernah kalian baca. Bahkan di undangan pernikahan orang juga cukup sering sih aku lihat pakai puisi ini. Mungkin suatu hari nanti aku juga pengin deh bikin puisi sendiri yang bakal tertulis di undangan pernikahan aku. Hehe. 



Kalo kita ngomong penyair dengan puisi cinta emang gak ada habisnya. Hampir semua penyair terkenal pasti pernah membuat puisi cinta. W.S Rendra yang identik dengan puisi sindiran kepada pemerintahan juga kerap disebut rajanya puisi cinta.



Selain nama-nama besar tadi, di lingkungan aku juga ada sih orang yang aku kagumi salah satu karyanya. Sejak aku ngebaca puisi ciptaannya, aku sampai sekarang benar-benar respect sama dia. Padahal dia gak terlalu suka menulis dan lebih tertarik sama politik ketimbang sastra. Puisi legendarisnya itu, katanya, dibuat dini hari setelah putus dari pacarnya. Huf..



Aku sendiri suka menyebut orang yang jago nulis puisi itu romantis. Yah, di zaman sekarang ini hampir gak ada cewek yang suka dikasi puisi. Cewek lebih suka cowok polisi dibanding cowok yang jago nulis puisi. Hhhh.



Ya realistis sih, mending sama orang yang menawarkan masa depan daripada orang yang menawarkan kata-kata doang.



Tapi bukan itu poinnya. Puisi gak bakal bisa tercipta kalau gak pakai hati. Kalaupun bisa, pasti hasilnya gak bakal indah. That's why orang yang ngasi puisi lebih romantis, karena apa yang mereka beri memang berasal dari hati.



Gak masalah sih sebenarnya kalian suka sama yang mana. Toh emang dari dulu aku selalu beda dari selera orang. Di akhir postingan aku cuma mau bilang, setiap orang punya hal-hal untuk mereka kagumi. Dan aku.. memilih untuk mengagumi puisi.



Here I am, your freak!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar