About Me

Foto saya
Hanya orang biasa yang menyempatkan untuk berkarya.

Jumlah yang sudah singgah

Sabtu, 27 Oktober 2012

Food for Thought

Menjadi seorang jomblo membuatku mempunyai banyak waktu untuk sendiri. Kesendirian dan kesunyian ini aku pakai untuk merenung dan berpikir lebih banyak. Mengapa ini, mengapa itu atau bagaimana jika begini, jika begitu. Biasanya setiap Sabtu malam aku selalu keluar rumah untuk jalan-jalan sendirian. Biasanya tujuan pertama aku adalah sebuah rumah makan. Aku makan disana, sendiri tentunya.

Berawal dari rumah, aku pacu kendaraanku di tengah keramaian hiruk-pikuk malam itu. Seketika batin dan otakku mulai berpikir. Sebenarnya aku hidup di dunia ini untuk apa? Sudah berapa lama waktu yang kuhabiskan dengan hasil? Sebaliknya, berapa banyak pula waktu yang kubuang cuma berakhir pada sebuah kesia-siaan? Terkadang aku juga berpikir, kenapa aku menjadi seorang Andi, yang mempunyai banyak kekurangan, dan tidak seperti mereka yang kekurangannya hanya sedikit.
Di atas kendaraanku di dalam hati, aku terus melontarkan pertanyaan demi pertanyaan yang berujung pada sebuah titik terang. Berawal dari pertanyaan mengapa aku menjadi seorang yang seperti ini, punya kekurangan disana-sini. Seketika batinku tersentak, ya dia adalah Nick Vujivic. Mungkin dia adalah jawaban atas pertanyaanku ini. Siapa dia? Dia adalah manusia yang gak punya tangan, gak punya kaki, tapi bisa menaklukkan dunia dan memberikan motivasi kepada seluruh orang di dunia ini. Lihat betapa hebatnya dia. Secara logika, apa kita sebagai orang yang normal ini tidak malu melihat dia orang yang gak punya tangan dan kaki tapi mampu memberikan motivasi dan semangat kepada kita, orang-orang normal yang diberikan anugerah oleh Allah SWT tanpa cacat fisik sekalipun. Melalui kalimatnya, "No Arms, No Legs, No Worries" dia berhasil menaklukkan dunia, tanpa kaki dan tangan tentunya. Lantas, kita sebagai orang yang tanpa cacat fisik, bisa melakukan apa?
Keheningan mulai terasa ketika aku menemukan jawaban atas pertanyaanku sendiri tadi. Aku biarkan pikiran ini melayang kesana-sini tanpa tujuan hingga akhirnya kembali punya pertanyaan baru. Berapa waktu yang kuhabiskan untuk menyenangkan orang tuaku? Apa pernah? Hembusan angin menerpa seluruh tubuhku saat itu yang berada di atas kendaraan seolah-olah memberi jawaban. Tidak Pernah. Aku merasa hina. Bagaimana mungkin orang yang udah membesarkan aku sampai sekarang tidak pernah aku bahagiakan? Aku sangat menyesal atas semua waktu yang tersia-siakan selama ini. Aku cuma bisa mengeluh dan mengeluh terhadap cobaan dan rintangan yang Allah berikan. Aku tidak pernah merasa puas terhadap apa yang telah mereka (orangtua) berikan, apalagi berterimakasih. Sekarang aku mendapatkan jawabannya lagi. Mereka hanya ingin anak yang mereka sayang akan tumbuh menjadi seorang yang sukses, tidak lebih. Mereka tidak pernah minta balasan apapun atas apa yang mereka berikan.Tugas kita? Jadilah seperti apa yang mereka mau, karena waktu mereka untuk di dunia tidak lama lagi. Manfaatkanlah waktu yang mereka punya untuk selalu tersenyum puas atas apa yang kita persembahkan.
Masih di atas kendaraan. Malam itu memang begitu gelap, sehingga aku tidak sengaja menabrak lubang di tengah jalan itu. Aku tersenyum. Mungkin sebuah kehidupan itu bagaikan sebuah perjalanan. Sebuah perjalanan harus memiliki tujuan. Untuk menempuh tujuan itu, memang ada banyak jalan yang harus kita lalui. Terkadang memang ada kalanya jalan itu mulus, namun tidak jarang juga jalan itu rusak dan penuh lubang. Seperti itulah hidup. Terkadang memang sangat mulus, tapi jangan lupa rintangan itu kan selalu ada. Yang terpenting, jangan pernah putus asa. Tetap jalani, dan fokus pada 1 tujuan. Terkadang kita memang selalu membuat kesalahan. Tapi, kehidupan ini bukan seperti Microsoft Word yang bisa kita undo seenaknya. Itulah mengapa Allah tidak pernah membuat manusia bisa kembali ke masa lalu. Bukan karena Allah menginginkan manusia tidak bisa 'memperbaiki' kesalahan yang pernah dibuatnya, tapi itu karena Allah ingin kita tidak 'mengulangi' kesalahan yang sama untuk ke depannya.
Setelah merenung sedemikian rupa, aku punya suatu tujuan. Fokus-ku adalah untuk mengejar kesuksesan yang diinginkan orangtuaku. Jika Nick Vujivic yang cacat saja bisa menaklukkan dunia, nah aku yang tidak cacat ini harus bisa lebih dari itu. Aku pun sadar, perjalanan menuju kesuksesanku nanti tidak akan selamanya berjalan mulus, terkadang aku juga akan terpuruk dalam sebuah lubang. Tugasku hanyalah menjalaninya dan menjadikan kesalahan tadi sebagai sebuah pengalaman agar tidak jatuh lagi pada lubang yang sama. Sekarang, aku punya mimpi. Jika aku pernah bermimpi indah, kenapa aku tidak pernah mencoba untuk merealisasikannya? dan Jika ini terjadi, mari kita lihat senyum kepuasan yang ada pada wajah kedua orangtuaku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar