About Me

Foto saya
Hanya orang biasa yang menyempatkan untuk berkarya.

Jumlah yang sudah singgah

Selasa, 20 November 2012

Perbincangan Kecil bermakna Besar.

Kulihat jam yang telah nyaris menyentuh pukul 15.30. Terburu-buru aku bersiap, memasang pakaian hingga memanaskan kendaraan. Tujuannya adalah untuk menepati janji kepada temanku, Dicka. Kami berniat untuk mengembalikan komik Death Note yang dipinjamnya dari pustaka komik di dekat rumahnya. Memang dSeia sudah punya pacar, tetapi entah kenapa dia mesti mengajakku, kenapa tidak pacarnya saja. Ah..sudahlah, pikirku. Nanti aku bisa menanyakannya.
Sesampainya di tempat yang telah kami janjikan sebelumnya, langsung kusampaikan hasrat untuk menanyakan langsung kepadanya, 
"Kok mesti ngajak aku? Kau kan punya pacar?" tanyaku dengan nafsu yang menggebu-gebu.
"Aku sengaja ngajak kau, soalnya aku tau kau pasti lagi kesepian. Daripada kau nganggur sendiri di rumah dan bisa saja berpaling kepada sabun, mending aku ajak. Aku kan orangnya sangat perhatian dengan fakir Asmara kayak kau Ndi." jawab Dicka dengan senyum penuh misteri. Sementara aku cuma bisa tersenyum memaksa mendengar jawabannya yang sebetulnya cuma sebuah konotasi untuk mengatakan bahwa aku JOMBLO. Iya kan Dick? -__-
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan selayaknya pasangan homo. Aspal demi aspal kami lewati bersama, tiap lubang yang menghentak kami rasakan bersama dan polisi-polisi tidur kami gilas bersama. Tidak..Kami tidak homo. Hanya nyaris homo.
Setelah mengembalikan komik itu, kami sengaja berhenti untuk menikmati buku-buku lain yang ada di sana. Kebetulan hujan turun begitu lebatnya, sehingga bertambah pulalah kemesraan antara kami berdua. Keheningan kami berdua hanya diiringi suara hujan yang merdu. Hingga akhirnya hujan pun mulai reda, walau masih ada tersisa beberapa tetes lagi. Kami memutuskan untuk langsung saja beranjak ke tempat itu untuk mencari gorengan. Di atas motor kami mulai merasakan hujan membasahi tubuh kami sedikit demi sedikit. Seperti mandi hujan, gumamku. 
"Dick, jatuh cinta itu persis seperti mandi hujan kayak gini ya." Kataku sambil sedikit tersenyum melihat tetesan hujan yang terus membasahi pundakku.
"Maksud kau and?" tanya Dicka dengan tatapan penasaran.
"Iya.. Jatuh Cinta itu seperti mandi hujan. Menyenangkan, tetapi terkadang bisa membuat kita sakit." jelasku kepada Dicka. Kulihat ada rasa kagum dari raut wajahnya. Senyumannya yang datang setelah itu tampak seperti telah mengerti semuanya. Benar, dia bisa membaca pikiranku saat itu,
"Jadi ceritanya kau lagi mandi hujan? Emm.. Maksud aku, lagi jatuh cinta? Oh ya? Sama siapa?"
"Semacam itu. Mungkin kau udah tau kok." Ya.. Dicka memang sudah tau.
"Haha. Iya. Baguslah." kata Dicka diikuti suara tertawanya yang khas.
"Apanya yang bagus?" tanyaku kembali.
"Baguslah akhirnya kau normal. Aku kira kau semacam homo. HAHAHA"
"Bangsat. Emang dari dulu aku normal!!!" Geramku kesal sambil memukul kepalanya yang sudah terlindung oleh helm.

Seiring itupun hujan reda. Kami tetap melanjutkan perbincangan, dimulai dari teori-teori Dicka untuk mendapatkan cewek, yang dimaksudkan untukku supaya aku bisa mendapatkan si *tiiit*. Aku cuma bisa mengiyakan semua teori yang diberikannya. Dalam hati, aku berkata, "Teori-teori itu gak bakal berguna bila gak disertai praktek. Iya.. Aku gak berani melakukan prakteknya. Makasih Dick, tapi maaf. Aku terlalu lemah dan gak bermental untuk melakukannya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar