About Me

Foto saya
Hanya orang biasa yang menyempatkan untuk berkarya.

Jumlah yang sudah singgah

Minggu, 02 Desember 2012

Dari pojokan IPA saya melaporkan...

Semenjak masuk jurusan IPA sepertinya hari-hariku semakin memburuk. Selalu merasa terbebani dan ada yang mengganjal, ibarat sesak pup tapi gak sempat ngeluarin, resah dan gelisah. Terbukti dengan menurunnya berat badan sehingga tubuhku kering kerontang dan hanya tinggal tulang berlapis kulit, tanpa daging. Begitulah kejamnya jurusan IPA. Masuk jurusan IPA adalah salah satu cara diet yang terbaik.

Belum lagi guru dan mata pelajarannya yang memuakkan. Sebetulnya gurunya gak dibenci, tapi tugas dan PR yang diberikannya itu yang membuat aku benci. Berbeda dengan anak IPS yang hari-harinya selalu menyenangkan dan enjoy tanpa beban. Kalau anak IPA dan IPS dideretkan maka terlihat jelas perbedaan raut wajah yang tampak. Anak IPA seperti orang yang sesak pup dan gak bisa ngeluarin, sedangkan anak IPS seperti orang yang baru saja selesai pup. Anak IPA juga lebih terlihat tua daripada IPS, keriput dan kerut mereka mulai tampak. Saran aku, pakailah softex di muka kalian, kan anti kerut tuh.
Mengherankan adalah entah kenapa guru IPS itu semuanya enak. Mungkin karena guru sosial lebih mengerti cara bersosialisasi dengan muridnya sehingga tercipta jembatan keakraban dengan anak muridnya, sehingga terciptalah sistem belajar-mengajar yang menyenangkan. Bagaimana dengan jurusan IPA? Sudahlah pelajarannya susah, plus guru dengan muka menyeramkan, seperti orang yang mau pup tapi air-nya gak ada. Setiap pelajaran terasa menegangkan dan mencekam, layaknya di yaumil akhir saat penghakiman akan dosa-dosa yang kita perbuat. 
Bagaimana dengan pelajaran di IPA atau IPS?  Di IPS sepertinya lebih mudah, karena kita melihat contoh nyata langsung dalam kehidupan sehari-hari, seperti pelajaran sosiologi dan ekonomi. Penerapan yang jelas. Berbeda dengan jurusan IPA yang menyiksa. Aku mulai dari Fisika yang seperti shinigami (dewa kematian). Apa gunanya kita mempelajari tentang kecepatan, percepatan, gaya pegas dan atau lain sebagainya yang sejenis? Jika kalian bilang untuk mengetahui kecepatan sesuatu, oke aku terima. Tapi bagaimana dengan penerapannya di kehidupan sehari-hari? Misalkan kita lagi berjalan kaki, tiba-tiba ada mobil melaju dari jarak 57m. Karena ada nenek-nenek menyeberang, mobil itu mengerem hingga berhenti. Nah jika kita di posisi seperti itu, apakah kita mau membuang waktu kita untuk menghitung kecepatan mobil itu. Mustahil. Mentok-mentok kita paling lanjut jalan gak peduli. Kalaupun emang disuruh nyari tau kecepatannya mobil itu, lebih mudah kalau kita nanya langsung sama supirnya, toh kan ada speedometer. Pelajaran aneh. Aku lanjutin dengan Kimia mengenai termokimia, laju reaksi ataupun kesetimbangan kimia. Penerapannya apa? Pernahkah kalian menerapkan ilmu yang kalian dapat? Misalkan akan membuat teh, untuk membuat teh manis, akankah kalian menghitung berapa mol tinglat kemanisannya sehingga nanti kalian akan mendapatkan jumlah berapa gram gula yang harus digunakan. Terus kalian ambil timbangan, disesuaikan, dan jadilah teh tadi. Begitukah penerapannya? Mustahil. Palingan kita bakal pakai teori dari nenek moyang dulu, yaitu sistem perkiraan. Kalau teh masih tawar tinggal tambah gulanya, kalau terlampau manis tinggal tambah airnya. Kalau gak sependapat, silahkan komen nanti.
Jika kalian lebih teliti lagi, pasti menemukan kejanggalan pada tujuan-tujuan pembelajaran pada setiap bab yang ada. Itupun kalau kalian cerdas. Karena itulah aku jadi malas belajar di IPA. Kalau ada ulangan orang paling santai mungkin cuma aku. Teman sekelasku panik, dan aku cuma bisa mengatakan, "santai..Stay Cool." Mereka pasti sudah hafal dengan kata-kata itu. Tapi kalau ada pelajaran yang aku suka dan aku rasakan manfaat dan penerapannya, aku akan mengikuti pelajaran itu dengan semangat. Nilai-nilai aku bakal sangat tinggi di pelajaran itu. Orang yang memang ke sekolah ingin mendapat ilmu dengan orang yang ingin mendapat juara emang nampak jelas. Mmm.. Kalimat ini gak usah terlalu dipikirkan.
Masalah paling besar yang saat ini aku tempuh yaitu sebuah keanehan. Entah kenapa pada saat ujian mau datang, tugas semakin menumpuk, dimana kami dapat menemukan ketenangan? Hidup emang kejam. Ralat, Guru emang kejam. Ralat lagi: guru IPA emang kejam.
Demikianlah...Dari pojokan IPA saya Septian Arifandi melaporkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar