"AAAARRRGGHHHH...!!!" Fara terbangun dari tidurnya.
Peluh di dahinya bercucuran dengan deras, padahal sebetulnya kamarnya ber-AC. Pucat kini menghiasi wajah cantiknya yang tengah ketakutan. Mimpi yang barusan ia alami benar-benar membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Mimpi yang terasa sangat nyata.
Dia mencoba mengambil posisi duduk yang lebih nyaman dengan tujuan agar dia bisa lebih tenang. Kini punggungnya bersandar di kepala tempat tidur dengan kaki yang terjulur. Fara mencoba mengambil nafas panjang. Di kamar yang sunyi itu, Fara hanya mendengar detikan jarum jam yang berbunyi konstan menemaninya. Dilihatnya jam itu, waktu menunjukkan pukul 01.37 dini hari.
Fara hanya bisa duduk diam terpaku di atas tempat tidurnya di malam yang sunyi sekali itu. Sesekali dia mencoba memejamkan matanya, namun hanya potongan-potongan Mimpi Buruk-nya tadilah yang dia lihat. Kembali Fara mencoba memejamkan matanya. Terlintas di bayangnya potongan mimpi yang baru saja dia alami. Ya...Jelas sekali. Fara melihat kobaran api yang begitu besar seperti kuda merah yang menghantui. Kobaran api itu membakar satu komplek perumahannya sambil membentuk lautan api. Tidak...Bukan lautan api, mungkin ini neraka, pikirnya.
Di tengah alam khayal-nya itu Fara mulai mendengar suara rintikan hujan yang mulai membasahi komplek perumnas tempat tinggalnya. Meski tidak terlalu deras, namun cahaya kilat menembus masuk ke celah-celah kamarnya yang semakin membuat dirinya ketakutan. Fara sangat bersyukur tidak ada petir saat itu, karena dia paling takut dengan petir.
Dicobanya lagi mengingat-ingat Mimpi Buruk tadi. Kini dia kembali mendapat potongan-potongan lain tentang mimpinya. Dia tidak lagi melihat kobaran api, namun dia melihat seperti air yang tertumpah. Ya benar, air...
"Apa maksudnya semua ini? Kobaran Api dan Air yang tertumpah?" Batin Fara sambil terpejam cemas.
Dua elemen berbeda tengah menghantui benaknya, mengganggu tidurnya, ditambah lagi hujan dan kilat yang mengisi keheningan malamnya.
Fara semakin tidak bisa tenang, dia butuh ketenangan. Tiba-tiba kerongkongannya memberinya sebuah pencerahan.
"Lebih baik aku pergi minum. Semoga bisa membuatku sedikit tenang." Pikir Fara dalam hati.
Dengan langkah gontai, Fara berjalan menuju dapur. Dia melewati kamar orangtuanya yang tampak tenang. Kini ia berdiri di hadapan dispenser mencari-cari gelas untuk diisi. Gelas itu diisinya sampai penuh lalu diangkatnya samapai setinggi dada. Namun, saat hendak meneguk air itu, terdengar sesuatu yang paling ditakutkan Fara,
"CETAR!!!!" Suara petir menggelegar dia atas langit. (Bukan suara Syahrini)
Seketika stop kontak dispenser yang ada di dekat Fara terbakar hangus, berbarengan dengan kekagetan Fara oleh petir yang membuatnya tak sengaja menumpahkan gelas penuh tadi entah bagaimana tepat ke arah stop kontak yang disambar petir tadi.
"KYAAAAAA....!!!" Teriakan Fara mengisi seluruh rumah.
Saat itu pula konslet terjadi, listrik padam. Api tampak muncul dari arah stop kontak yang mulai menjalar ke arah kabel dispenser, dan.... meledakkan dispenser tadi.
Fara yang berada di dekat dispenser refleks melompat menjauhinya. Dia ketakutan, hingga tidak mampu berteriak minta tolong. Namun api menjalar cepat ke arah benda-benda di dapur lainnya. Hingga akhirnya sampai ke gas elpiji yang meledakkan isi dapur. Samar-samar di tengah suara hujan yang mulai berhenti dia mendengar orang tuanya meneriaki namanya.
"Fara...? Kamu dimana?" Karena gelap, semua terasa semakin sulit. Kini rumahnya hanya diterangi api yang semakin lama semakin lapar. Memakan semua apa yang ada di dekatnya, membakar rumah tetangganya yang berdempet dengan dapurnya. Fara tau, ini akan sangat berbahaya dan semakin besar karena rumahnya di perumnas yang berdempet-dempet. Firasatnya benar, semua terasa begitu cepat terbakar. Seketika itu pula dia ingat semua detail mimpinya.
Kobaran api dan tumpahan air tadi. Tidak...Dia melihat lebih dari itu, dan sekarang ini bukan mimpi lagi. Dia ingat semuanya. Rumahnya yang terbakar hebat, orang tuanya yang terbalut api kini tampak jelas di depan wajahnya. Namun dia terlalu takut, kakinya seperti lumpuh. Fara hanya bisa menatap semuanya dengan pilu hingga dia tak menyadari loteng di rumahnya runtuh dan menimpa kepalanya.
Dalam kesadaran yang semakin berkurang, dia bisa mendengar suara bayi tetangga yang menangis, lelaki yang berteriak, wanita yang histeris, dan melihat tubuhnya sendiri yang berselimutkan api yang ganas, mengelupas semua kulitnya, terbaring di atas lantai yang tenggelam oleh dahsyatnya api.
Api yang menghanguskan dan mengelupas kulitnya semakin membuatnya merasa kepedihan yang mendalam. Kali ini teriakannya tak lagi tertahankan,
"AAAARRRGGHHHH...!!!" Fara terbangun dari tidurnya. Peluh dan panas menutupi tubuhnya. Dilihatnya jam di depan matanya, pukul 01.36 dini hari. Dia bingung entah harus berbuat apa, hanya bisa duduk diam terpaku sambil mendengar suara rintikan hujan yang mulai turun. Fara merasakan kering di kerongkongannya, dilihatnya lagi jam yang sudah menunjukkan pukul 01.37. Kali ini, dia tau harus melakukan apa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar