Seperti pagi-pagi biasanya, aku bangun telat dan datang ke sekolah paling lambat. Baru beberapa langkah kakiku menapaki kelas, teman-teman cowok di kelas aku yang hanya 6 biji itu langsung menyambutku dengan berteriak,
"Ndi...Nanti sore kita jam 3 main futsal ya, lawan anak kelas sepuluh." kata Inamul.
"Oh ya? Sepuluh berapa?" aku kembali bertanya.
"Sepuluh sembilan. Tadi Sastrawan datang ke kelas kita, dia bilang udah booking lapangan. Bisa nanti kan?" jelas Inamul lagi.
Sastrawan tadi adalah anak kelas sepuluh sembilan yang baru saja menjadi seorang Muallaf. Jadi, dia lumayan terkenal di satu sekolahan. Berita tentangnya yang baru masuk islam sempat menjadi topik pembicaraan terpanas di sekolah. Sampai-sampai dia diliput infotainment Silet...
Akhirnya kami semua melewati hari yang lumayan santai, karena pelajarannya cuma: Matematika, B.Inggris, Biologi dan Budaya Melayu. Pelajaran Matematika tidak begitu jadi masalah karena cuma mengerjakan latihan biasa. Bahasa Inggris gurunya gak datang karena harus ke Jakarta demi mengejar tanda tangan dosennya demi meraih gelar S-3. Terkadang aku suka keliru sama ibuk ini, sebetulnya ibuk ini mau nyari gelar atau mau nyari Android. Selanjutnya, Biologi yang hanya membahas tentang sistem eksresi, seputar pembuangan urine dan feses. Budaya Melayu cuma nyatat resep masakan melayu yang bakal kami praktekkan di minggu-minggu berikutnya. Sebentar saja seisi kelas udah berasa menjadi kontestan Master Chef. Apalagi teman aku si Gigih yang badannya gemuk, paling semangat kalau masalah masak-masak gini. Dia ngaku-ngaku jadi Chef Juna, padahal lebih cocok jadi Junaidi.
"Jangan lupa jam 3 ya!" seru Udin, salah satu teman aku yang paling jago main bola.
Kami semua pun pulang dengan segala letih dan peluh yang tercipta karena seharian cuma main-main. Aku, seperti biasanya pulang lebih lambat karena harus nunggu teman-temanku (Iwan & Fadhil) mesra-mesraan dengan pacarnya masing-masing. Iya, sakit...
Karena udah gak tahan, aku teriak ke arah mereka,
"WOI!!! CEPATLAH PULANG! AKU UDAH SESAK BUANG FESES NI...!"
"Iya iya bentar.. Sok-sok ngomong feses pulak kau Ndi, mentang-mentang anak IPA.." Iwan nyolot.
Padahal aku cuma mempraktekkan apa yang aku pelajari aja, kalau gak dibawa ke kehidupan sehari-hari kita pasti cepat lupa. Mending aku mempraktekkannya kan? Selain itu kalau aku gak pakai bahasa ilmiah kayak gitu, teriakan aku menjadi jorok mungkin ya, seperti:
"WOI!!! CEPATLAH PULANG! AKU UDAH SESAK BERAK NI...!"
Aku nyampe rumah jam setengah tiga. Aku yang udah letih tingkat dewa segera membanting diri di atas kasur di kamar setelah melepas seragam. Karena terlalu capek, benteng kesadaran aku dikuasai oleh rasa kantuk dan akhirnya..."Zzzzzzz...."
Tiba-tiba entah ada angin apa, aku langsung tersadar, tanpa sengaja langsung melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul 15.45.
"WADUH...GIMANA NIH...." kataku dalam hati. Aku yang panik level dewa langsung berlari menyambar seragam futsal kelas kami yang berwarna Pink unyu yang tergantung di lemari. Dengan secepat kilat aku memakai celana, baju, sambil lari ke arah kamar mandi untuk cuci muka. Dengan sigap aku mengambil kunci motor, mengambil tas, memasukkan sepatu dan handuk ke dalam tas dan langsung tancap gas dengan mata yang masih separuh terbuka.
Aku dengar waktu itu azan Ashar sedang berkumandang. Aku gak peduli dan memacu motorku dengan secepat kilat. Agak horror juga kesannya, mengendarai motor di tengah-tengah kumandangnya azan. Aku cuma takut itu adalah azan yang terakhir yang aku dengar. Karena terlambat mengalahkan rasa takut, aku tetap saja memacu kendaraan dengan kencangnya seperti di iklan-iklan Yamaha, segala yang ada di sekitarnya berterbangan dan baju orang jadi koyak-koyak. Untung untuk ke tempat futsal aku gak lewat jembatan Siak, kalau iya pasti jembatan udah runtuh.
Sesampainya di lapangan futsal kira-kira 5 menit kemudian, aku melihat Udin, Inamul, Yuli (ini laki-laki), dan Angga sedang nunggu di atas motor di tempat parkir. Disana ada motor Gigih, tapi aku gak ngeliat dia dimana. Dan yang lebih mengherankan lagi, kenapa mereka gak lagi main? Bukannya ini udah nyaris jam 4?
"Kok gak main kalian? Udah selesai mainnya?" Aku yang terlambat cuma bisa menduga itu.
"Udah.." Jawab Udin.
"Udah.." Jawab Udin.
"Kalah kami, tulah kau lama kali datangnya." Inamul menambahkan.
"Trus Gigih mana? Ini motornya kan?" Aku yang masih bingung dengan kondisi yang ada.
"Trus Gigih mana? Ini motornya kan?" Aku yang masih bingung dengan kondisi yang ada.
"Haha kami bohong nyo. Sebetulnya anak sepuluh sembilan belom datang. Kami gak pulang karena ini." Jawab Angga sambil menunjuk motor Supra X Gigih.
Mereka langsung menceritakan kejadian sebenarnya kepadaku. Bahwa sebenarnya lubang kunci motor Gigih tertutup. Tapi kunci yang ada sama Gigih udah rusak, sehingga gak bisa dibuka lagi lubangnya. Sekarang, Gigih dan Adran sedang nyari ahli kunci untuk membukakan itu.
Inilah anti maling itu, tapi bukan punya Gigih |
Pantaslah mereka belum pulang, padahal anak sepuluh sembilan gak datang. Beberapa menit kemudian kami melihat salah satu anak sepuluh sembilan datang seorang diri. Melihatnya, kami langsung memanggil dan menanyakan tentang pertandingan yang gak jelas ini.
"Gimana nih? Gak jadi main? Tapi kata Sastrawan jam 3 mainnya. Mana Sastrawan?" Inamul langsung marah-marah karena udah di PHP-in adek-adek.
"Enggak tau bang, aku tadi disuruh datang jam 4." Anak tadi menjawab dengan bingung. "Bentar bang, biar aku cari orang tu."
Anak tadi pun pergi dan meninggalkan kami.
"Ohh.. Mungkin mainnya jam 4 gak?" Udin menduga-duga.
"Ya kali.." Aku mengiyakan.
Selang berapa menit kemudian, Adran dan Gigih datang plus abang-abang tukang kunci. Satu rombongan anak sepuluh sembilan pun datang beberapa detik kemudian. Inamul langsung mengumpat-ngumpat mereka yang udah gak nepati janji. Sastrawan pun minta maaf.
"Sori bang, jadinya jam 4. Tadi aku ada minta nomor abang dari anak cewek kelas abang gak masuk nomornya. Nih nomornya" Sastrawan melihatkan display handphone yang merupakan bukan nomor salah satu dari kami."
"Salah nih!" kata Adran
"Siapa yang ngasi? Meleset paja mah" kata Udin kesal.
"Anak Rohis yang pakai kacamata tu, kecil-kecil gitu orangnya."
"Oh itu kan annisa tipani!" Aku menebak.
"Oh dia..." kata Udin, gak jadi marah.
Kadang rasa cinta emang mengalahkan segalanya...
Kami pun segera main. Aku dan Udin cadangan, karena shalat Ashar sebentar. Sementara Adran, Angga, Inamul, Gigih dan Yuli main. 5 menit kemudian, rupanya mereka kalah 2-0. Kami yang sudah selesai pun masuk ke lapangan menggantikan Gigih dan Adran. Setelah Udin main, semua berubah, skor jadi imbang dan penguasaan bola mayoritas berada di kami. Udin emang jago...
Hingga akhirnya kami menang dengan selisih 2 gol. Yang mencetak gol dari tim kami adalah aku dengan 3 gol, selebihnya Udin memborong semua... Udin menggila.
Karena kejadian-kejadian tadi, aku dapat menarik sebuah pelajaran, dari kronologis kejadian-kejadian tadi:
Aku ketiduran dan datang telat dari janji - Anak sepuluh sembilan gak ada yang datang - Mereka mau pulang tapi motor Gigih malah rusak - Rupanya main jam 4, karena nomor yang dikasi salah, kami gak dikasi tau- Motor berhasil diperbaiki - Main - Menang.
Kalau dipikir-pikir, rencana kami semua digagalkan oleh kejadian-kejadian tak terduga. Padahal rencana kami terasa sempurna. Tapi takdir berkata lain. Motor Gigih rusak, mereka yang pasrah karena di PHP-in adek kelas, batal pulang. Ternyata mainnya jam 4. Andai motor Gigih gak rusak, pasti semua bakal sia-sia. Aku yang udah datang bela-belain sambil ngebut pasti gak akan ada artinya lagi.
Skenario dan rencana kami memang sudah diatur, tapi Allah ternyata lebih tau dari kami. Dia sudah membuat skenario yang lebih baik dari yang kami rencanakan hanya dengan tambahan 'Motor Gigih yang rusak'. Ya benar, semua rencana kami yang gagal saling berkaitan membentuk sebuah rencana baru yang lebih baik. Kita pasti heran kenapa bisa begitu? Aku rasa, Allah masih terlalu sayang kepada kami, sehingga Dia tidak tega untuk menghancurkan harapan kami untuk main. Jadi, dia membuat sebuah hambatan supaya kami gak pulang, ya benar rusaknya motor Gigih. Buat Gigih, sabar aja. Terkadang sebuah kesenangan butuh pengorbanan, dan itu adalah pengorbanan dari engkau untuk kesenangan kita bersama. Dibalik bencana itu, ada hikmahnya kan?
mantap ndi
BalasHapusMakasih yul :D
Hapus