Tahukah kau saat beberapa bongkah awan altokumulus raksasa membentuk barisan seumpama sekawanan kapas yang luar biasa, kau tertegun. Angin membawa mereka mengalir dengan indah, pelan, menakjubkan. Matamu yang menawan tanpa sadar mengikuti arah mereka bergerak dengan anggunnya. Altokumulus itu tidak pernah membantah atas apa yang dilakukan angin terhadapnya. Seolah dia benar-benar percaya. Seolah dia ikhlas dengan takdirnya. Ya... takdir.
Mungkin keikhlasan terhadap takdir adalah penyebab ia bertahan sedemikian itu. Kepasrahan atas segala hal yang sudah ditakdirkan mungkin menyebabkan dia bisa terbang bebas tanpa beban di atas sana. Berdansa dengan langit biru yang terlukis indah bak cat minyak yang bersenggama dengan jiwa sang seniman. Mungkin kebahagian-lah yang dia tengah rasakan, berkat keikhlasan terhadap takdir.
Apa kau percaya takdir? Kalau aku tidak. Kurasa semua hal terjadi hanya suatu sebab kebetulan. Mereka yang sukses atau mereka yang gagal kupikir bukan salah takdir, tapi memang salah mereka. Intinya kurasa semua hal yang terjadi di atas dunia yang tidak pernah adil ini hanyalah sebuah hasil dari usaha. Tidak ada hubungannya dengan takdir. Semua terjadi berkat usaha. Doa pun kurasa tidak berpengaruh besar. Intinya hanyalah usaha.
Takdir bukanlah penghalang atas kegagalan penyatuan cinta kita. Kegagalan ini mungkin karena kurangnya usaha. Aku mungkin kurang berusaha untuk hal ini, atau kau yang tidak memberiku celah atas usaha yang pernah kulakukan. Tapi percayalah, ini bukan karena takdir. Ini karena usaha. Usahamu yang menghalangi usahaku. Kau berusaha agar aku gagal mencapai usahaku. Kedengarannya rumit bukan? Ya kau tau, aku memang tidak akan pernah pantas untukmu, sebab itulah kau berusaha menggagalkan usahaku. Aku yang tidak tau diri ini selalu saja berusaha walaupun itu minimum. Kurasa kau ingin menyadarkanku, tapi aku tak mau tau.
Aku mungkin tidak bisa menjadi seperti awan altokumulus yang ikhlas dibawa takdir. Karena aku tidak percaya apa yang namanya takdir. Tidak pernah. Tidak akan pernah. Takdir itu tidak ada, semua itu terjadi hanya sebuah kebetulan. Kebetulan yang tercipta karena sebuah usaha. Ah sudahlah... Aku sudah bosan menekankan padamu, bahwa aku memang sangat menyayangimu. Kupikir kau juga sudah bosan memperingatkanku bahwa aku tidak akan pernah pantas denganmu. Sekarang awan altokumulus raksasa itu membuatku memahami itu, bahwa aku tidak akan pernah bersanding denganmu. Tersenyum bersamamu, disisimu. Berbagi kebahagiaan maupun kesedihan, dalam semua waktu.
Mungkin kau seperti angin yang membawa altokumulus yang ikhlas, terbang terbawa sesuatu yang bernama takdir.
Ya, mungkin seperti itu... Takdir...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar