About Me

Foto saya
Hanya orang biasa yang menyempatkan untuk berkarya.

Jumlah yang sudah singgah

Senin, 26 Januari 2015

Bisu Hati

Hampir semua orang pernah menuliskan nama sosok yang disukai dalam sebuah coretan (entah dimanapun itu), dan disertai dengan gambar hati berwarna merah jambu di ujung nama. 

Beberapa orang pernah bermimpi tentang sosok yang disukai tanpa sengaja, lalu saat terbangun ia menggerutu 'Sialan, cuma mimpi'. 

Sebagian orang juga pernah menatap nanar ke arah foto sosok yang disukai (yang didapat entah darimana) dan berbisik pelan, 'Aku sayang kamu'.

Ya, semua orang pernah jatuh cinta diam-diam.

Aku pernah punya pengalaman dengan orang yang jatuh cinta diam-diam. Ketika aku tanya kenapa ia tak kunjung jujur dan mengungkapkan perasaannya saja, ia lalu melakukan sesuatu yang biasa dilakukan oleh orang yang jatuh cinta diam-diam: berdalih dengan banyak alasan yang tak masuk akal.

'Aku lebih nyaman kayak gini, gak ada resiko.'

'Liat dia dari jauh aja aku udah seneng kok.'

'Sebenarnya aku ini agen FBI yang lagi nyelidikin dia.'

Yang jelas, satu alasan yang benar-benar masuk akal dari orang yang jatuh cinta diam-diam adalah takut, apabila si doi sudah tau perasaannya dan berbalik menjauh karena merasa risih dan terganggu.


* * *

Aku ingat, salah seorang teman yang jatuh cinta diam-diam dalam kurun waktu yang cukup lama, pernah bilang, 'Aku gak optimis dia bakal mau sama aku, Ndi. Aku udah pesimis.'

Kemudian aku jawab, 'Orang pesimis juga harus berbuat sesuatu, bro.'

'Maksudnya?'

'Pesawat terbang itu diciptakan oleh orang yang optimis. Sedangkan pelampung penumpang pesawat diciptakan oleh orang yang pesimis,' ucap aku. 

Dia mengerutkan keningnya pertanda belum mengerti.

'Se-pesimis apapun kamu, mending dicoba dulu ngelakuin apa gitu. Siapa tau ada hasilnya.' jelasku lagi.
Dia diam sejenak, lalu tertunduk seraya berbisik, '..kayak penemu pelampung ya.'

'Persis!' jawabku sambil mengacungkan jempol.


Orang yang jatuh cinta diam-diam selalu punya kegiatan yang tak masuk akal. Aku ingat salah seorang teman yang lain lagi, selalu membuntuti sang pujaan hati kemanapun ia pergi dari jarak yang lumayan jauh. Bermodalkan kamera dengan lensa zoom yang lumayan, ia berhasil mendapat foto-foto sang pujaan hati. 

Ada suatu momen konyol, waktu di kantin saat masih sekolah dulu, teman aku ini sebut saja namanya Rian, sedang menatap seorang cewek pujaan hatinya yang juga berada di kantin sedang makan di meja yang berseberangan bersama teman-temannya. Tiba-tiba Rian mengeluarkan handphone-nya. Menyalakan kamera lalu mengarahkannya ke cewek tadi. 

'Mau ngapain?' tanyaku yang mulai panik.

'Diam aja...' jawab Rian sambil menekan salah satu tombol di hapenya kemudian disertai cahaya terang yang muncul dari handphone-nya.

'KAMPRET!' teriakku. 'KENAPA PAKAI FLASH?!'

'Mampus kita..' bisik Rian.

Beberapa pasang mata menyoroti kami berdua, sumber dari sinar flash handphone. Di detik itu, aku seperti sudah bisa melihat bayangan malaikat maut di sekitar kami. Aku udah siap mati.

Untuk selanjutnya bisa ditebak. Sang pujaan hati Rian marah besar. Tak peduli seberapa hebat cara minta maaf Rian kepadanya, ia tetap membenci Rian dan enggan memaafkan. Bahkan bisa jadi di detik saat postingan ini ditulis, hal itu belum berubah.


--Tips ngambil foto diam-diam: Jangan pernah pakai flash.

* * *

Sebenarnya aku juga pernah dalam situasi seperti ini, jatuh cinta diam-diam. Aku ingat dulu pernah menyukai seorang cewek secara diam-diam, namanya Arinda. Seorang gadis dengan senyum paling sempurna yang pernah ada. Dia adalah gadis kelas sebelah yang gak pernah aku ajak bicara. Gadis yang hanya dengan menatapnya aja udah bisa bikin aku bahagia.

Seperti yang biasa orang yang jatuh cinta diam-diam lakukan, aku men-stalk semua sosial media yang dia punya. Terutama instagram miliknya. Aku menyimpan hampir semua foto miliknya dalam handphone, lalu disimpan rapi di dalam galeri. Pernah sekali aku ketahuan oleh seorang teman cewek tentang foto milik Arinda. Waktu itu dia gak sengaja buka-buka galeri. Syukurnya dia bisa menyimpan rahasia dan bisa dipercaya.

'Kok ada foto dia sih?' ujarnya.

'Ng.. anu.' aku mencari-cari jawaban yang pas. "Ng... itu kepencet.'

'Yakali kepencet sampai dua ratus biji.' Dia nyolot.

'Masa' sih? Cuma dua puluh.'

Dia tertawa, 'Hahaha. Kepencet tapi tau jumlahnya...'

'Hehehe..' Aku terpaksa ketawa.

'Ohya, kok foto aku gak ada sih?' lanjutnya lagi sambil memeriksa seisi galeri.

'Ngapain juga aku simpan foto kamu.' jawab aku ketus.

'Ya siapa tau..' 

'Yaudah besok-besok aku simpan foto kamu....'

Dia tersenyum, 'Ciee...'

'Ya lumayan kan buat jadi pengganti obat cuci perut.' jawabku lagi. Kemudian dia memukul kepalaku, memanggil elang, lalu pergi.

Selain menyimpan foto secara diam-diam dan ditatap tiap malam, aku juga mencoret-coret halaman paling terakhir di setiap buku tulisku. Aku tulis 'Arinda' sebagus mungkin lengkap dengan simbol hati kecil yang digambar seadanya.

Aku juga ingat momen saat mendengar lagu-lagu romantis sebelum tidur sambil membayangkan wajah Arinda. Mengkhayalkan saat-saat kami berdua yang tengah duduk di atas bukit sambil menatap matahari senja berwarna jingga yang perlahan menghilang di sudut cakrawala. Aku memeluk pundaknya lalu membisikkan kalimat yang harusnya aku ucapkan di dunia nyata, 'Aku sayang sama kamu, Arinda. Aku pengen kita sama-sama selamanya.' Lalu mengecup pipinya pelan. Arinda tersenyum.

Saat itu aku menyadari, sahabat sejati orang yang jatuh cinta diam-diam adalah alam imajinasi




* * *

Aku juga punya pengalaman lain tentang orang yang jatuh cinta diam-diam. Waktu itu saat masih duduk di kelas 3 SMP. Karena sekolah kami terbakar sebagian, maka anak kelas 1 dipindah jadwal menjadi masuk siang. Jadi, kelas yang tersisa dipakai secara bergantian. 

Di minggu-minggu awal, aku tak sengaja menemukan sepucuk surat di laci meja. Waktu kubaca, aku gak tau maksudnya apa, kemudian memutuskan untuk membuang surat itu. Keesokannya surat itu datang lagi dengan isi yang berbeda. Lagi-lagi aku gak ngerti, tapi aku putuskan untuk nggak membuangnya, melainkan disimpan dan aku bawa pulang. Sampai hari seterusnya dan dengan isi surat yang berbeda, aku putuskan untuk membalasnya. Aku tulis, 'INI SIAPA?' lalu aku tinggalkan di laci meja. Tak disangka, surat itu dibalas. 

Isinya:

'Makasih bang udah mau balas. Aku anak kelas satu. Puisi-puisi dan sajak yang aku kirimkan kemarin itu buat abang. Aku gak belajar di kelas ini, tapi kelas sebelah. Saat akan pulang dan sudah sepi di sore hari, aku letakkan surat ini di meja abang yang udah aku cari tau sebelumnya.'

Hal yang pertama kali terucap dari mulutku saat membaca surat itu adalah,

'Oh.. jadi yang kemarin itu puisi....... Iya iya iya..' Aku manggut-manggut.

Setelah itu aku gak pernah balas lagi suratnya. Ya gimana bisa kan, aku aja gak tau dia itu yang mana. Bisa aja ternyata dia itu cowok. Aku kan gak suka yang batangan. 

Seiring berjalannya waktu, hingga aku lulus SMP, aku tetap tidak tau yang mana orangnya. Karena waktu itu masih anak ingusan (sekarang pun masih) aku gak ngerti maksud dia ngirim surat itu apa. Sekarang, aku tau dan sedikit mengerti, ternyata dia adalah satu dari sekian banyak manusia yang pernah jatuh cinta diam-diam.

* * *

Aku heran kenapa ada yang diam-diam jatuh cinta. Kalau ada yang diam-diam berak celana, barulah aku gak heran. 

Setelah ditelusuri, ternyata ada suatu bagian dalam diri mereka yang mensugesti untuk tetap membisu. Meskipun hatinya berbicara, mulutnya tetap bisu. Sesuatu itu bernama rasa takut. 

Rasa takut membuat mereka bungkam dan memilih untuk jatuh cinta diam-diam. Takut akan cinta yang tidak berbalas. Takut akan resiko-resiko dan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Lebih tepatnya, mereka takut patah hati.

Seperti quote berikut ini:


Mereka tidak berani patah hati karena sudah terlalu cinta. Seandainya hal yang mereka takutkan terjadi, mereka bisa hancur, lalu trauma mencintai. Oleh sebab itu, mereka membisukan hati. Membiarkan hatinya untuk diam dan menyimpan semuanya dalam-dalam.

Satu hal yang harus diketahui oleh orang yang jatuh cinta diam-diam: patah hati adalah proses pembelajaran.

belajar mengikhlaskan, belajar menerima kenyataan, belajar bangkit dari keterpurukan. 

Saat kamu sudah berani untuk patah hati, kamu akan lahir kembali dengan pribadi yang baru, yang lebih baik. 

Jika itu sudah kamu lakukan, maka kamu pantas untuk menjadi pilihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar