#30DaysWritingChallenge
I got a ton of memories in my head. It’s difficult for me to pick one. Those memories always show up from random things like, photos, videos, songs, places, movies, etc. Sentimental, I know, but that what’s really happened to me. Which one should I pick? A bitter, sweet, sad or happy memory?
I really wanna write the memory about
September 2020, but I prefer make a special post for that story. It was really
crazy time and I think would be greater if I write in another post.
Hmm...
Sebagai seseorang yang terlalu banyak menyimpan bagai hal, aku rasa akan lebih baik aku menuliskan kenangan menyebalkan yang terjadi dua minggu lalu.
Malam itu di antara rintik hujan yang mulai turun, kita di dalam mobil sudah hujan duluan. Kau menangis karena kau bilang sedih sekali karena harus berpisah dengan aku. Aku pun begitu, bahkan aku sudah mengatakan jauh-jauh hari sebelumnya.
Memang itu adalah hari terakhir pertemuan kita yang entah kenapa aku sama sekali memang tidak pernah yakin bahwa akan ada pertemuan selanjutnya. Aku benci ketika menyadari itu. Aku kesal dan menyesal terlanjur sayang kepadamu. Kenapa aku harus sayang? Padahal aku tau kesenangan ini hanya sebentar.
Aku mencoba untuk menenangkan tangismu, tapi aku tidak tau caranya. Karena perasaanku sama hancurnya, atau bahkan jauh lebih hancur.
Aku bingung apakah harus menggenggam tanganmu, atau harus mengusap rambutmu, atau memelukmu, atau mengecup pipi kirimu, dan mengatakan semua hal akan baik-baik saja sementara kita sama-sama tau bahwa semuanya tidak akan baik-baik saja.
Malam itu, aku menyadari bahwa pertemuan kita benar-benar berharga di tiap detiknya. Hingga aku sampai mengantarmu di depan rumah, aku masih belum ikhlas bahwa kita harus berpisah.
Sejak malam itu dan setelahnya, aku sejujurnya tampak baik-baik saja di luar namun hancur di dalamnya. Aku kehilanganmu.
Aku menyadari kau tidak lagi sama.
Tidak lagi seperti orang yang aku kenal selama satu bulan belakangan.
Tapi kenapa secepat itu? Bahkan aku masih belum terbiasa tanpamu dan semakin hari justru semakin rindu.
Aku benci situasi seperti ini, ketika harus memaksa bahwa aku pada akhirnya hanya bisa mengandalkan doa. Aku tidak tau cara apa lagi yang bisa aku lakukan untuk bisa bertemu kembali denganmu. Maka seusai shalat di sepertiga malam yang katanya lebih mustajab dari waktu biasa, aku memanjatkan satu pinta; aku ingin bertemu denganmu kembali.
Yah, akhir kata, terima kasih untuk memory yang pernah kau bagi. Meski tidak banyak dan sebentar, semuanya terlalu membekas di kepala. It's been only two weeks but I already missed you.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar